Pages

Sesungguhnya kemauan yang kuat untuk memikul amanah dan kewajiban yang dibebankan Alllah kepada kita adalah sebuah kemuliaan dan keuntungan, bukan beban dan kerugian.

Sabtu, 06 Maret 2010

Oh Sahabat, Kemana Saja Kau?

Teringat seorang sahabat yang begitu membuatku terpana dengan kesehariannya tempo dulu, dulu sekali.Aku selalu iri dengan apa yang ada pada dirinya. Ya, aku iri dengannya. Iri, pun bangga dengannya. Memang kadang selalu begitu.

Dirinya yang dulu "alim"; rajin ibadah, shalat di pertigamalam pun tak pernah ketinggalan, ia anggap itu adalah sebuah kebutuhan hidup. Puasa sunnah senin kamis juga sudah menjadi kewajiban baginya. Rajin belajar dan tak pernah mendapatkan nilai di bawah delapan. Menakjubkan! Sungguh aku iri ketika itu.

Namun, keadaan itu kini sudah berbalik. Aku sering bertanya dalam hati, “dirimu yang dulu itu sekarang di mana? hilang kemana? dimakan zamankah?” Sungguh kejamkah zaman telah memberangus unggah-ungguh, tindak-tanduknya yang sopan pada siapa saja, tak pernah muncul dari mulutnya hewan seisi kebun binatang, apalagi sampai mencaci-maki orang lain, tak pernah ia lakukan itu.

Dan sekarang? Sekarang dia berubah total dari yang dulu.

“Waktu, kalau boleh aku minta kembalikan dia seperti dulu lagi!”

Sempat beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya, namun apa yang terjadi dengannya Ketika itu? Aku tidak menyangka kalau dia sudah berubah drastis, tanpa canggungnya dia tawarkan minuman keras padaku.“Maaf, Wan, aku tidak minum lagi.”

Aku tempo dulu yang ia ajari dan yang ia perkenalkan padaku huruf-huruf hija’iyah hingga aku bisa membaca al-Qur’an, aku dulu yang olehnya dikenalkan seorang ustadz, hingga aku sedikit mengetahui ajaran agama Islam, aku yang dulu buta akan sejarah para nabi, sejarah Khulafaurrasyidin maupun sahabat-sahabat nabi dan sejarah orang-orang shaleh, dan aku bisa merasakan nikmatnya ber-Islam, nikmatnya masuk Islam selayaknya aku memasuki rumah tempat tinggalku sendiri. Akupun jauh dari minuman memabukkan. Aku bersyukur bertemu dengannya.

Tapi, dia sekarang? Lihatlah, teman, dia sekarang berubah total.Saat aku tanya, “Inikah kehidupanmu sekarang?”“Iya, emang kenapa?” Jawabnya cuek.Melihat itu rasanya dada sesak, muntap bukan mantap. Kaget.

Kenapa sahabatku yang dulu sopan dan lembut tutur katanya dan bahkan berbicara dengan cewek pun dia gemetar hingga keluar keringat dingin. Dan bahkan sekarang ia dengan yang bukan mahram pun seakan tak ada batas dalam pergaulan. Naudzubillah. Hidupnya amburadul tak karuan “Inikah hidup, Tuhan?”

Di mana penjagaan-Mu terhadap hamba-hambaMu yang shalih, dimana Engkau saat dia melakukan maksiat? dimana, dimana engkau, Tuhan? Aku bingung memikirkan ini semua. Tak sampai otakku. Sudahlah,memang benar kata si fulan, kamu adalah produk lingkungan. Lingkunganlah yang akan menentukan dan mendekte gerak-gerik, tingakah laku siapa saja, namun aku rasa tidak semua orang adalah produk lingkungan, terganung individu masing-masing, bagaimana dia berada dalam lingkungan itu, diakah yang akan merubah lingkungan itu? atau diakah yang akan diubah oleh lingkungan itu sendiri atau dia bahkan ‘made in’ lingkungan tertentu?

Tapi kenyataan yang kita lihat sekarang, lingkungan bejat kita akan bejat, lingkungan baik akan baik pula. Sebagaimana pepatah mengatakan, berteman dengan penjual minyak wangi sedikit banyak akan tertular wanginya.

Sedikit kabar angin tentang dia yang sampai ke telingaku, bahwa orang tuanya cerai. “Broken home”, batinku. Aku dengar dari kawanku, bahwa Irwan tidak tahan dengan hidup yang ia jalani, yang tiap harinya harus mendengarkan percekcokan kedua orang tuanya, yang tiap harinya harus melihat piring terbang di rumahnya, ibunya tak pernah memasak buat bapaknya. Suami pulang kerja, yang seharusnya isteri menjadi tempat berkeluh kesah sambari mengusap peluh sang suami pulang kerja. Tapi nyatanya sang isteri tidak di dapatkannya di rumah saat sang suami sampai di rumah. Sang isteri pulang hingga malam dan di antar pemuda tinggi besar, entah siapa. Laksana panggung sandiwara dalam film maupun sinetron. Dan betapa biadab sang isteri.Sebegitu besarkah pengaruh dunia persinetronan?

“Aku ini suamimu kurang apa? kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal sudah ku cukupi,” geram sang suami, dongkol dalam hati.

“Bukankah papa di kantor dari pagi sampai sore bisa bercanda ria dengan perempuan-perempuan kantor, mama sebagai istri papa merasa kurang di perhatikan, papa yang tiap minggu harus keluar kota, urusan inilah, urusan itulah, mama tidur sendirian, jangan kira mama tidak tahu apa yang papa lakukan selama di luar kota sana. Papa membawa perempuan kantor itukan? yang papa bilang, itu klien, klien, klien. Kotoran pun keluar dari mulut sang isteri berbentuk kata-kata, protes sang isteri saat percekcokan.
Plak! Telapak tangan mendarat di pipi sang isteri. Kasar sekali.Begitulah tiap harinya Irwan menyaksikan tontonan di rumahnya. Betapa tidak ngilu hatinya?

Seorang awam menjadi sasran naik turunnya iman, tiap hari bahkan tiap menit maupun detik selalu berubah-ubah, yang kadang naik dan kadang turun bak roda pedati, kadang berada di atas dan suatu ketika juga berada di bawah.

Melihat apa yang ada pada sahabatku sekarang aku serasa tidak terima, kenapa harus sahabatku yang menanggung cobaan seperti itu? kenapa harus sahabatku yang menjadi begitu? sungguh tidak disangka!

Perjalanan hidup ini memang berliku, sebagaimana yang telah terjadi pada Irwan.
Pernah dia curhat padaku kenapa dia berubah total seperti itu, berada dalam kenistaan hidup. Alhamdulillah ternyata dia sendiri menyadarinya kalau dia itu sudah berubah total dari yang ada dulu.

“Kawan, itu lah hidup, yang tiap saat sang pengasih tak akan pernah berhenti mengasihimu, kawan.Sang pengasih masih sayang padamu, kawan. Bentuk kasih sayangNya yaitu ujian yang Dia timpakan padamu itu, kawan.Kamu harusnya bangga karena sang pengasih masih memberikan perhatian padamu, kawan.Kamu harus tegar dan sabar. Berdoa saja lah semoga sang pemberi kasih sayang masih juga mengasihi ke dua orang tuamu”.

Sahabat, hidup memang penuh liku. Jalan berbatu menghalangi perjalanan, jalan bertanjak, dan kita mau tidak mau harus menempuhnya. Kuat apa tidak menempuh tanjakan itu, Kita harus dapat menyingkirkan halang rintang itu, hingga kita bisa melanjutkan perjalanan ini dengan nyaman tanpa merasa ada halangan. Sabar dan tegar yang kita butuhkan.

Sahabat, semoga engkau kembali pada jalan yang benar. Dalam kehidupan ini ada jalan kebenaran dan jalan kebatilan atau kesesatan. Hidup adalah pilihan. KataNya, “Faman syaa’a fal yu’min waman syaa’a fal yakfur”, Silahkan kamu mau mukmin atau kafir. Tapi ingat, ada konsekuensinya, yaitu surga dan neraka. Semoga engkau bisa memilihnya, sahabat.

Semoga engkau kuat menghadapi hidup ini. semoga dirimu yang dulu kembali pada dirimu lagi, kembali kepada jalan kebenaran, bukan jalan kesesatan. Amin.
Sumber : kapmi-jaksel.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar